Pendekatan Ekosistem
CBD (Convention on Biological
Diversity) menegaskan bahwa upaya pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan
keanekaragaman hayati harus dilakukan secara holistik, memperhitungkan tiga
level keanekaragaman hayati dan sepenuhnya mempertimbangkan aspek sosial,
ekonomi dan budaya. Maka ecocystem approach menjadi kerangka acuan utama upaya
pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati [1].
Ekosistem sendiri memiliki
definisi sebagai interaksi dinamis komponen biotik dan abiotik dalam suatu
lingkungan yang menghasilkan aliran energi dan daur hara [2].
Pendekatan ekosistem dapat
dilakukan pada skala ruang dan wilayah apapun, menempatkan manusia sebagai
bagian integral dari ekosistem, memerlukan pendekatan pengelolaan adaptif [3].
Pendekatan ekosistem tidak meniadakan pendekatan pelestarian dan pengelolaan
lain seperti biosphere reserves, protected area, single-species conservation,
melainkan mengintegrasikan seluruh pendekatan tersebut dalam menghadapi
kompleksnya situasi dan permasalahan yang ditemui.
Panduan pelaksanaan pengelolaan berbasis ekosistem adalah sebagai
berikut:
-
Fokus
pada hubungan dan proses fungsional dalam ekosistem
Komponen-komponen dalam ekosistem
mengendalikan pola penyimpanan dan pelepasan energi, air, dan nutrisi serta
ikut membangun daya tahan ekosistem terhadap gangguan. Pengetahuan atas fungsi
dan struktur ekosistem sangat dibutuhkan terutama untuk memahami daya tahan
ekosistem, dampak kerusakan lingkungan dan habitat, penyebab utama kerusakan,
serta faktor-faktor penentu pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
-
Meningkatkan
benefit-sharing
Pendekatan ekosistem berusaha
mempertahankan dan memperbaiki nilai manfaat dari fungsi ekosistem yang ada,
yang pada gilirannya akan membuat para pihak terkait mampu bertanggung jawab
secara mandiri dalam pelestarian dan pemanfaatan ekosistem tersebut.
Pendekatan ini bisa dilakukan
antara lain dengan cara peningkatan kapasitas komunitas lokal dalam pengelolaan
ekosistem dan penilaian atas barang dan jasa yang dihasilkan ekosistem secara
adil dan memadai.
-
Melakukan
praktik adaptive management
Proses dan fungsi ekosistem
sangat kompleks dan beragam. Perlu dipahami, akibat tingginya tingkat
ketidakpastian hubungan dengan konstruksi sosial yang ada, pengelolaan
ekosistem harus merupakan proses pembelajaran yang terus-menerus terjadi.
Pembelajaran hanya bisa dilakukan bila terdapat kemungkinan adaptasi.
Implementasi program harus dirancang memiliki cukup daya kelenturan dan
penyesuaian.
-
Pengelolaan
kegiatan dilakukan pada skala isu yang tepat
Pendekatan ekosistem harus
dilakukan dengan pola desentralisasi sampai ke level terbawah. Pengelolaan
kegiatan tak jarang harus dilakukan pada tingkatan komunitas lokal. Efektivitas
desentralisasi membutuhkan pendampingan dan pemberdayaan, juga dukungan
kerangka kebijakan dan aturan. Pada keterlibatan hak-hak publik, pengelolaan
dalam skala yang lebih besar dibutuhkan untuk dapat mengakomodasi seluruh
kepentingan para pihak.
-
Menjamin
keterlibatan, kerja sama, dan koordinasi antarsektor
Pendekatan ekosistem tidak dapat
lepas dari strategi dan rencana aksi nasional, sehingga tetap harus
memperhitungkan keterlibatan, kerjasama, dan koordinasi antarsektor dalam
mengelola sumber daya alam, antara lain pertanian, perikanan, kehutanan, dan
berbagai sektor terkait lainnya.
http://lingkarlsm.com/2011/12/pendekatan-ekosistem/
Membangun Pengelolaan
Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem
Kabupaten Flores Timur merupakan
salah satu icon perikanan di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan
penangkapan perikanan pelagis dan didukung oleh adanya industri perikanan
berskala ekspor. Aktivitas penangkapan tersebut didominasi oleh alat tangkap pole
and line, pancing ulur dan pancing tonda yang mentargetkan komoditi Tuna dan
Cakalang dalam memenuhi permintaan perusahaan ikan.
Berdasarkan Data BPS, nilai CPUE
pada perikanan pelagis dan demersal menunjukkan tren penurunan dalam 4 tahun
terakhir. Aktivitas perikanan di kabupaten ini mulai tidak berjalan efektif,
jumlah trip yang terganggu dengan sulitnya mencari umpan hidup berupa ikan
layang (Tembang), semakin jauh lokasi penangkapan hingga berdampak pada konflik
perikanan dengan wilayah penangkapan kabupaten tetangga, dan mengakibatkan
semakin maraknya aktivitas penangkapan, seperti bom dan potassium yang terus
merusak habitat laut. Survey terbaru mengenai kesehatan terumbu karang di
Kabupaten Flores Timur secara umum menunjukkan bahwa terumbu karang di
kabupaten ini berada dalam kondisi buruk-sedang (< 50%), dimana hal ini
terjadi karena kurang konsistenya kelembagaan dalam mengatur pembangunan
diwilayah pesisir dan laut.
Pengelolaan perikanan yang ada
saat ini masih berorientasi dalam mendukung peningkatan perekonomian kabupaten
saja, permintaan pasar melalui industri perikanan terus mengeruk sumberdaya
ikan yang ada tanpa didukung oleh adanya kebijakan yang mendukung perikanan
berkelanjutan. Memperhitungkan pentingnya habitat dan ekosistem laut sebagai
wilayah strategis penyedia lumbung ikan yang perlu dijaga mendorong
WWF-Indonesia memperkenalkan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem ditingkat
kabupaten. Diawali dengan pelatihan EAFM dibulan Januari 2012 yang
diselenggarakan oleh EAFM yang diselenggarakan oleh Kementrian Kelautan dan
Perikanan (KKP), PKSPL dan WWF-Indonesia, Pengelolaan dengan pendekatan
ekosistem mulai dipahami dan dirasakan kebutuhannya.
Pasca kegiatan pelatihan EAFM
tersebut, DKP Kabupaten Flores Timur, UNKAW dan WWF-Indonesia Lesser Sunda
Solor Alor Project bersama memulai pengumpulan data dalam penilaian performa
instrumen EAFM di kabupaten Flores Timur, bersamaan dengan 4 lokasi pilot test
lainnya. Hasil analisa tersebut kemudian dipresentasikan dalam workshop yang
diselenggarakan di Larantuka pada 3 Juli 2012 dihadiri oleh 46 peserta yang
terdiri dari perwakilan Kementrian Kelautan dan Perikanan, SKPD Kabupaten
Flores Timur, DKP Provinsi Nusa Tenggara Timur, Komandan Ditrict 1624,
Polairud, Konsorsium Akademis UniCornSuFish, Perwakilan Masyarakat nelayan,
HNSI dan pihak Industri Perikanan di
Kabupaten Flores Timur. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk
memberikan pemahaman Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem yang terintegrasi
antar Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan stakeholder perikanan.
Pengarahan dari Bapak Hary Cristijanto A.Pi, MSc sebagai
narasumber dari Kementrian Kelautan dan Perikanan, Donny M Bessie, SPi dari
Universitas Arta Wacana dan Dwi Ariyogagautama dari WWF-Indonesia, berusaha
memberikan gambaran besar pentingnya pengelolaan perikanan berbasis ekosistem
di daerah dengan aktivitas perikanan yang tinggi seperti di kabupaten Flores
Timur ini. Dalam pertemuan ini juga dibahas korelasi antara agenda pembentukan
Kawasan konservasi Perairan Daerah (KKPD) di Kabupaten Flores Timur dalam
mendukung pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Sebagai langkah membangun
perikanan dan kelautan yang berkelanjutan melalui pendekatan ekosistem, peserta
merekomendasikan 3 hal, yaitu :
1. Pengembangan dan Internalisasi
EAFM
EAFM disepakati untuk diadopsi
sebagai data dasar dalam mendukung pengembangan Rencana Induk (Master Plan)
Kelautan dan Pesisir di Kabupaten Flores Timur.
2. Penguatan Tim Multipihak
Dalam Pengembangan dan Implementasi EAFM
Perlunya mendorong pembuatan
revisi SK Bupati untuk Tim Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) dengan
instrumen EAFM sebagai program kerja Tim dalam mendukung terbentuknya
Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem
3. Manajemen dan Kolaborasi
Implementasi EAFM
Proses internalisasi EAFM akan
dilakukan secara kolaboratif antara SKPD yang tergabung dalam Tim KKPD
Kabupaten Flores Timur, dengan melibatkan akademisi dan industri perikanan.
Hasil keputusan ini sesuai dengan
3 amanat kegiatan yang diharapkan oleh Bupati Flores Timur yaitu (i) kebijakan
nasional dan Kebijakan daerah dalam mendukung pembentukan pengelolaan perikanan
berbasis ekosistem melalui EAFM sebagai dasar pengelolaan perikanan di
Kabupaten Flores Timur, (ii) sinkronisasi program antar SKPD dalam mendukung
perikanan yang berkelanjutan dan (iii) perlunya Satuan Kerja dalam menjalankan
Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem di Kabupaten Flores Timur yaitu
melalui tim KKPD.
Tindak lanjut dari rekomendasi
tersebut dimulai dengan pertemuan penguatan tim Pengkajian dan Penetapan
Kawasan Konservasi Perairan Daerah (PPKKPD) Kabupaten Flores Timur dengan
membuat pokja khusus perikanan berkelanjutan dengan aktivitas dalam melakukan
penilaian EAFM dan juga sebagai tim diskusi dalam pengelolaan perikanan yang
kolaboratif diantara SKPD, akademisi, dan LSM lokal. Saat ini, SK Bupati sedang
dibuat untuk memperkuat kerja tim.
Dalam mempersiapkan peningkatan
kapasitas penilaian EAFM ini, tim PPKKPD kabupaten Flores Timur bersama
WWF-Indonesia menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Pengelolaan Perikanan
Berbasis yang dilaksanakan di Larantuka selama 3 hari yaitu 2-4 Oktober 2012. Kegiatan ini didukung oleh
Dr. Ir. Sugeng Hari W, MSi dari PKSPL-IPB sebagai pemateri utama yang membantu memberikan
pemahaman tim dalam melakukan pengambilan data indikator EAFM. Melalui kegiatan
ini pula peserta mempraktekkan pembuatan analisa penilaian performa pengelolaan
perikanan dengan pendekatan ekosistem berdasarkan data kajian sebelumnya. Tugas
selanjutnya bagi tim PPKKPD adalah mendorongkan penilaian dengan indikator EAFM
masuk dalam agenda Pemerintah daerah ditahun berikutnya sebagai bahan guna
mulai membenahi pengelolaan perikanan di kabupaten Flores Timur ini (YG).
http://eafm-indonesia.net/tentang/EAFM/membangun-pengelolaan-perikanan-dengan-pendekatan-ekosistem
Tidak ada komentar:
Posting Komentar