Kamis, 05 Juni 2014

Pendekatan Ekosistem Dalam Pengelolaan Lingkungan

Pendekatan Ekosistem

CBD (Convention on Biological Diversity) menegaskan bahwa upaya pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati harus dilakukan secara holistik, memperhitungkan tiga level keanekaragaman hayati dan sepenuhnya mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan budaya. Maka ecocystem approach menjadi kerangka acuan utama upaya pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati [1].
Ekosistem sendiri memiliki definisi sebagai interaksi dinamis komponen biotik dan abiotik dalam suatu lingkungan yang menghasilkan aliran energi dan daur hara [2].
Pendekatan ekosistem dapat dilakukan pada skala ruang dan wilayah apapun, menempatkan manusia sebagai bagian integral dari ekosistem, memerlukan pendekatan pengelolaan adaptif [3]. Pendekatan ekosistem tidak meniadakan pendekatan pelestarian dan pengelolaan lain seperti biosphere reserves, protected area, single-species conservation, melainkan mengintegrasikan seluruh pendekatan tersebut dalam menghadapi kompleksnya situasi dan permasalahan yang ditemui.

Panduan pelaksanaan pengelolaan berbasis ekosistem adalah sebagai berikut:
-          Fokus pada hubungan dan proses fungsional dalam ekosistem
Komponen-komponen dalam ekosistem mengendalikan pola penyimpanan dan pelepasan energi, air, dan nutrisi serta ikut membangun daya tahan ekosistem terhadap gangguan. Pengetahuan atas fungsi dan struktur ekosistem sangat dibutuhkan terutama untuk memahami daya tahan ekosistem, dampak kerusakan lingkungan dan habitat, penyebab utama kerusakan, serta faktor-faktor penentu pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
-          Meningkatkan benefit-sharing
Pendekatan ekosistem berusaha mempertahankan dan memperbaiki nilai manfaat dari fungsi ekosistem yang ada, yang pada gilirannya akan membuat para pihak terkait mampu bertanggung jawab secara mandiri dalam pelestarian dan pemanfaatan ekosistem tersebut.
Pendekatan ini bisa dilakukan antara lain dengan cara peningkatan kapasitas komunitas lokal dalam pengelolaan ekosistem dan penilaian atas barang dan jasa yang dihasilkan ekosistem secara adil dan memadai.
-          Melakukan praktik adaptive management
Proses dan fungsi ekosistem sangat kompleks dan beragam. Perlu dipahami, akibat tingginya tingkat ketidakpastian hubungan dengan konstruksi sosial yang ada, pengelolaan ekosistem harus merupakan proses pembelajaran yang terus-menerus terjadi. Pembelajaran hanya bisa dilakukan bila terdapat kemungkinan adaptasi. Implementasi program harus dirancang memiliki cukup daya kelenturan dan penyesuaian.
-          Pengelolaan kegiatan dilakukan pada skala isu yang tepat
Pendekatan ekosistem harus dilakukan dengan pola desentralisasi sampai ke level terbawah. Pengelolaan kegiatan tak jarang harus dilakukan pada tingkatan komunitas lokal. Efektivitas desentralisasi membutuhkan pendampingan dan pemberdayaan, juga dukungan kerangka kebijakan dan aturan. Pada keterlibatan hak-hak publik, pengelolaan dalam skala yang lebih besar dibutuhkan untuk dapat mengakomodasi seluruh kepentingan para pihak.
-          Menjamin keterlibatan, kerja sama, dan koordinasi antarsektor
Pendekatan ekosistem tidak dapat lepas dari strategi dan rencana aksi nasional, sehingga tetap harus memperhitungkan keterlibatan, kerjasama, dan koordinasi antarsektor dalam mengelola sumber daya alam, antara lain pertanian, perikanan, kehutanan, dan berbagai sektor terkait lainnya.


http://lingkarlsm.com/2011/12/pendekatan-ekosistem/



Membangun Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem

Kabupaten Flores Timur merupakan salah satu icon perikanan di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan penangkapan perikanan pelagis dan didukung oleh adanya industri perikanan berskala ekspor. Aktivitas penangkapan tersebut didominasi oleh alat tangkap pole and line, pancing ulur dan pancing tonda yang mentargetkan komoditi Tuna dan Cakalang dalam memenuhi permintaan perusahaan ikan.

Berdasarkan Data BPS, nilai CPUE pada perikanan pelagis dan demersal menunjukkan tren penurunan dalam 4 tahun terakhir. Aktivitas perikanan di kabupaten ini mulai tidak berjalan efektif, jumlah trip yang terganggu dengan sulitnya mencari umpan hidup berupa ikan layang (Tembang), semakin jauh lokasi penangkapan hingga berdampak pada konflik perikanan dengan wilayah penangkapan kabupaten tetangga, dan mengakibatkan semakin maraknya aktivitas penangkapan, seperti bom dan potassium yang terus merusak habitat laut. Survey terbaru mengenai kesehatan terumbu karang di Kabupaten Flores Timur secara umum menunjukkan bahwa terumbu karang di kabupaten ini berada dalam kondisi buruk-sedang (< 50%), dimana hal ini terjadi karena kurang konsistenya kelembagaan dalam mengatur pembangunan diwilayah pesisir dan laut.

Pengelolaan perikanan yang ada saat ini masih berorientasi dalam mendukung peningkatan perekonomian kabupaten saja, permintaan pasar melalui industri perikanan terus mengeruk sumberdaya ikan yang ada tanpa didukung oleh adanya kebijakan yang mendukung perikanan berkelanjutan. Memperhitungkan pentingnya habitat dan ekosistem laut sebagai wilayah strategis penyedia lumbung ikan yang perlu dijaga mendorong WWF-Indonesia memperkenalkan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem ditingkat kabupaten. Diawali dengan pelatihan EAFM dibulan Januari 2012 yang diselenggarakan oleh EAFM yang diselenggarakan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), PKSPL dan WWF-Indonesia, Pengelolaan dengan pendekatan ekosistem mulai dipahami dan dirasakan kebutuhannya.

Pasca kegiatan pelatihan EAFM tersebut, DKP Kabupaten Flores Timur, UNKAW dan WWF-Indonesia Lesser Sunda Solor Alor Project bersama memulai pengumpulan data dalam penilaian performa instrumen EAFM di kabupaten Flores Timur, bersamaan dengan 4 lokasi pilot test lainnya. Hasil analisa tersebut kemudian dipresentasikan dalam workshop yang diselenggarakan di Larantuka pada 3 Juli 2012 dihadiri oleh 46 peserta yang terdiri dari perwakilan Kementrian Kelautan dan Perikanan, SKPD Kabupaten Flores Timur, DKP Provinsi Nusa Tenggara Timur, Komandan Ditrict 1624, Polairud, Konsorsium Akademis UniCornSuFish, Perwakilan Masyarakat nelayan, HNSI dan  pihak Industri Perikanan di Kabupaten Flores Timur. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem yang terintegrasi antar Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan stakeholder perikanan.

Pengarahan dari  Bapak Hary Cristijanto A.Pi, MSc sebagai narasumber dari Kementrian Kelautan dan Perikanan, Donny M Bessie, SPi dari Universitas Arta Wacana dan Dwi Ariyogagautama dari WWF-Indonesia, berusaha memberikan gambaran besar pentingnya pengelolaan perikanan berbasis ekosistem di daerah dengan aktivitas perikanan yang tinggi seperti di kabupaten Flores Timur ini. Dalam pertemuan ini juga dibahas korelasi antara agenda pembentukan Kawasan konservasi Perairan Daerah (KKPD) di Kabupaten Flores Timur dalam mendukung pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Sebagai langkah membangun perikanan dan kelautan yang berkelanjutan melalui pendekatan ekosistem, peserta merekomendasikan 3 hal, yaitu :

1. Pengembangan dan Internalisasi EAFM
EAFM disepakati untuk diadopsi sebagai data dasar dalam mendukung pengembangan Rencana Induk (Master Plan) Kelautan dan Pesisir di Kabupaten Flores Timur.

2. Penguatan Tim Multipihak Dalam  Pengembangan dan Implementasi EAFM
Perlunya mendorong pembuatan revisi SK Bupati untuk Tim Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) dengan instrumen EAFM sebagai program kerja Tim dalam mendukung terbentuknya Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem

3. Manajemen dan Kolaborasi Implementasi EAFM
Proses internalisasi EAFM akan dilakukan secara kolaboratif antara SKPD yang tergabung dalam Tim KKPD Kabupaten Flores Timur, dengan melibatkan akademisi dan industri perikanan.

Hasil keputusan ini sesuai dengan 3 amanat kegiatan yang diharapkan oleh Bupati Flores Timur yaitu (i) kebijakan nasional dan Kebijakan daerah dalam mendukung pembentukan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem melalui EAFM sebagai dasar pengelolaan perikanan di Kabupaten Flores Timur, (ii) sinkronisasi program antar SKPD dalam mendukung perikanan yang berkelanjutan dan (iii) perlunya Satuan Kerja dalam menjalankan Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem di Kabupaten Flores Timur yaitu melalui tim KKPD.

Tindak lanjut dari rekomendasi tersebut dimulai dengan pertemuan penguatan tim Pengkajian dan Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (PPKKPD) Kabupaten Flores Timur dengan membuat pokja khusus perikanan berkelanjutan dengan aktivitas dalam melakukan penilaian EAFM dan juga sebagai tim diskusi dalam pengelolaan perikanan yang kolaboratif diantara SKPD, akademisi, dan LSM lokal. Saat ini, SK Bupati sedang dibuat untuk memperkuat kerja tim.

Dalam mempersiapkan peningkatan kapasitas penilaian EAFM ini, tim PPKKPD kabupaten Flores Timur bersama WWF-Indonesia menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Pengelolaan Perikanan Berbasis yang dilaksanakan di Larantuka selama 3 hari yaitu  2-4 Oktober 2012. Kegiatan ini didukung oleh Dr. Ir. Sugeng Hari W, MSi dari PKSPL-IPB sebagai pemateri utama yang membantu memberikan pemahaman tim dalam melakukan pengambilan data indikator EAFM. Melalui kegiatan ini pula peserta mempraktekkan pembuatan analisa penilaian performa pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem berdasarkan data kajian sebelumnya. Tugas selanjutnya bagi tim PPKKPD adalah mendorongkan penilaian dengan indikator EAFM masuk dalam agenda Pemerintah daerah ditahun berikutnya sebagai bahan guna mulai membenahi pengelolaan perikanan di kabupaten Flores Timur ini (YG).

http://eafm-indonesia.net/tentang/EAFM/membangun-pengelolaan-perikanan-dengan-pendekatan-ekosistem

Tidak ada komentar:

Posting Komentar